سَوَابِقُ اْلهِمَمِ لاَتَخْرُقُ اَسْوَارَ اْلأَ قْدَارِ
“ Himmah (kuatnya kemauan) yang bergelora, tidak mampu mengoyak tabir takdir Allah”
Kemauan keras (himmah sawabiq) termasuk sesuatu kekuatan yang dimiliki manusia atas izin Allah untuk memperoleh sesuatu yang dicari dalam kehidupan duniawi. Kemauan keras ini adalah pendorong untuk memperoleh suatu cita-cita. Namun demikian semangat dan cita-cita hamba Allah, tetap berkaitan erat dengan iradah dan izin Allah (takdir Allah SWT).
Pada akhirnya segala kekuatan yang dimiliki manusia itu terbatas dan akan tertambat pada kehendak dan takdir Allah SWT. Karena cita-cita yang keras dan bersemangat tidak mampu menerobos takdir Allah SWT.
Akan tetapi dalam banyak hal, ketika seorang merasakan adanya kemauan dalam dirinya untuk mendapatkan apa yang ia cita-citakan, maka kemauan keras itu hendaklah tersalurkan bersama gerakan iman yang memenuhi seluruh kalbunya. Karena iman inilah yang akan mengatur himmah yang dimiliki seseorang. Apakah ia tunduk kepada takdir Allah ketika ia telah melaksanakan panggilan himmah-Nya ataukah ia menolak. Apabila ia menerima qada dan qadar Allah, setelah hamba berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat,maka itulah iman yang sesungguhnya. Menerima qada dan qadar Allah membuat orang beriman menjadi tenang. Ia tidak putus asa dan menyesali dirinya. Ia pun tidak berperasangka buruk kepada Allah dan kepada manusia. Kemauan dan cita-cita yang bergelora, tidak mampu menghancurkan qada dan qadar Allah SWT.
Takdir adalah ketentuan akhir dari Allah SWT untuk manusia. Apabila Allah telah menetapkan takdir itu, tak seorang pun yang mampu menolak, ataupun menundanya. (QS. Al- Fatir: 21)
Manusia tidak mengandalkan angan-angannya untuk menjangkau kehendak dan cita-citanya. Sebab setelah ikhtiar manusia akan dihadapakan kepada kenyataan yang sebenarnya, itulah takdir Allah. Kemulian ibadah seorang hamba adalah pada keadaaan akhir, ketika ia dengan ikhlas menerima ketentuan Allah SWT. Demikian juga halnya dengan rizki yang telah ditentukan pembagiannya oleh Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan,” sesungguhnya hamba-hamba Allah itu dihimpun pembentukannya dalam rahim ibunya empat puluh hari berupa nutfah (mani), kemudia berubah menjadi segumpal darah selama waktu itu juga, kemudia Allah mengutus malaikat kepadanya. Malaikat itu meniup ruh kepadanya, lalu ditetapkan pada dirinya empat kalimat,1) ditetapkan rizkinya, 2) ditetapkan ajalnya, 3) ditetapkan pekerjaannya dan 4) ditetapkan nasib bahagia atau susah.” ( HR. Bukhori)
Diatas empat perkara tersebut Allah SWT telah menciptakan rahmat sebagai anugerah baginya atas semesta alam, terbagi untuk semua makhluk. Rahmat dan kasih sayang Allah itu tidak pandang siapa dan apapun, melihat beraneka ragam pemberian dan karunia-Nya. Rahmat Allah itu tidak terbatas, berjalan sepanjang hidup manusia dan selama berkembangya dunia ini.
Allah SWT berfirman, “Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.” (QS.Hud:6)
Syarah Al-hikam
Syeikh Ahmad ‘Athaillah
Ilahi,
Aku datang kepada-Mu
Dengan tanganku yang faqir
Bagaimana aku berperantara
Padahal mustahil akan sampai kepada-Mu
Padamu kuadukan diriku
Padahal tak ada yang tersembunyi pada-Mu
Betapa kumesti beri penjelasan
Padahal semua dari- Mu jua
Mengapa aku harus kecewa
Padahal dihadapan-Mu aku selalu berdoa
Mengapa aku tiada menjadi baik
Padahal semua datang
Dari dan kepada-Mu
Ilahi,
Betapa diriku mendapat elus kehalusan-Mu
Yang Maha Agung
Padahal aku bodoh dalam kejahilanku
Besar nian rahmat-Mu
Karena begitu buruk perilaku diriku
Ilahi,
Begitu Engkau dekat dariku
Begitu jauhnya aku dari-Mu
Ilahi,
Sangat besar kasih-Mu
Yang menutup antara aku dengan-Mu